Banyak orang yang langsung menego harga hingga minta diskon, ketika ada batik yang guratan motifnya menawan hati. Sudah menjadi penilaian umum, harga jual batik yang terpampang di label adalah mahal.
Itu mau diakui atau tidak. Realitanya memang seperti itu. Kita pasti akan secara reflek menawar harga batik. Baik itu cap, apalagi batik tulis. Maunya semurah mungkin. Kalau bisa nggak sampai Rp 100 ribu.
Kayaknya nih. Yang nggak berminat nawar harga batik ya cuma kolektor atau orang yang sudah paham betul seluk beluk seni membatik. Ya kan? Dan itu, bukan kamu ya. Heuheu.
Aku juga termasuk orang yang menilai harga batik tergolong mahal. Tadinya. Tetapi, setelah terlibat dalam proses produksi batik cap maupun tulis di Galeri Purwita, persepsi itu mulai tergerus.
Sekarang, aku lebih memalumi (bahasa kerennya menghargai) kenapa mahakarya peradaban Indonesia ini bernilai tinggi secara rupiah. Dan, nggak kaget juga kalau ada yang jual batik puluhan juta.
Biar semakin banyak orang yang bisa menghargai batik sebagai karya, bukan hanya sebagai bahan kain, aku mau cerita beberapa hal yang membuat pricing batik jadi mahal.
Ini terutama terkait dengan batik cap dan batik tulis ya. Lebih khusus lagi sih batik dari Purbalingga.
Boleh lah baca dulu: Seruputan Kopi Racikan Barista Handal Kopikalitas di Antara Akhir Pekan
Pertama, proses pengerjaan yang melewati beberapa tahap dan sudah tentu waktu.
Proses membatik itu dimulai dari menggambar motif, menyanting atau men-cap, mewarnai, mencuci kain, sampai dengan mengeringkan kain batik. Proses ini cukup panjang. Malah bisa jadi memakan waktu beberapa hari.
Dalam rangkaian proses ini, sudah barang tentu menyerap energi. Bahkan, kalau di Purbalingga, mungkin juga daerah Banyumas Raya lainnya, setiap tahapan bisa membutuhkan orang yang berbeda-beda.
Kenapa? Karena, ada pembatik yang memang punya kemampuan lengkap. Yaitu dari menggambar hingga mewarnai. Namun, ada pembatik yang hanya bisa menggambar motif atau mencanting dan mencap saja.
Jadi, bisa jadi yang menggambar Si A, yang mencanting Si B, sementara yang mewarnai Si D. Malahan nih yah, bahkan bisa-bisa yang jualan malah Si E. Beda-beda semua orangnya, nilai ongkosnya juga beda-beda.

Kedua, setiap motif memungkinkan melahirkan harga yang berbeda-beda juga loh.
Motif yang sederhana, yang cuma dicap, tentu saja harganya akan semakin murah. Sebab, motif macam itu tidak menyulitkan ketika digambar atau dicanting maupun dicap.
Motif yang lebih sederhana dan tanpa isian yang ribet, juga akan membuat waktu produksi akan semakin singkat. Ya sekali lagi, ini soal kemudahan sewaktu produksinya.
Jadi, jangan kaget saja kalau ada batik yang dihargai puluhan juta yah. Karena memang bisa jadi motifnya dibuat dengan cara yang rumit, penuh warna warni, atau malah itu motif masterpiece.
Eh, iya. motif yang sederhana namun membutuhkan malam yang banyak juga tetap dijual dengan harga yang relatif tinggi loh yah. Kan, semakin banyak malam yang digunakan artinya item di cost production juga bertambah kan.
Ketiga, batik bisa menjadi punya harga mahal karena memiliki nilai sejarah, kreativitas dan tentu karena kekuatan brand itu sendiri.
Mudah ditemui kok batik yang dijual mahal itu ternyata berasal dari brand yang ternama. Ternama karena sejarahnya, karena kreativitasnya atau karena jaringan pemasarannya yang sudah keluar daerah bahkan keluar negeri.
Batik keluaran brand-brand yang besar tidak akan mudah bertemu dengan pembeli yang suka nego. Malah pembelinya yang sungkan untuk nego. Eh, malah kayaknya pembelinya sudah sadar diri dulu ya sebelum masuk galerinya. Heuheu.

Tapi eh, berkaitan dengan poin di atas penting juga memperhatikan label batikmark “Batik Indonesia” loh.
Sudah tahu soal batikmark belum nih? Kalau belum tahu, aku ceritakan sedikit yah. Nggak apa-apa yah. Lumayan juga nih buat pengetahuan kita bersama. Hihihi.
Batikmark “Batik Indonesia” itu semacam tanda yang menunjukkan identitas dan ciri batik buatan Indonesia, yang terdiri dari tiga jenis yaitu batik tulis, batik cap dan batik kombinasi tulis dan cap.
Batikmark “Batik Indonesia” ini tercantum dalam perlindungan Hak Cipta Nomor 034100 di Ditjen HKI Kemenkumham. Batikmark ini jadi label resmi yang dirilis Kemenperin RI loh.
Ceritanya, Kemenperin RI menjadikan Batikmark sebagai alat pembeda batik buatan Indonesia dengan produk batik dari negara lain. Kan banyak tuh batik palsu atau printing dari luar negeri yang sudah tentu murah meriah.
Selain itu, Batikmark “Batik Indonesia” ini juga dimaksudkan untuk menjaga kualitas tekstil bermotif batik dan berproses batik tersebut kepada para konsumen batik. Jadi, konsumen diuntungkan dengan jaminan mutu batik.
Di Purbalingga, baru tiga brand yang punya label Batikmark “Batik Indonesia”. Salah satunya Galeri Purwita. Label kece ini baru didapatkan Galeri Purwita di tahun 2019. Jadi, gresss pakai banget.
Ada Rekomendasi Lagu Loh: Ayo Dengarkan 3 Lagu Kodaline yang Penuh Makna Ini. Eargasm Banget!
Yup. Itu dia beberapa hal, tepatnya ya empat hal yang mempengaruhi harga batik di Indonesia. Khususnya sih di Purbalingga yah. Sebenarnya, banyak detailnya, tapi space-nya yang bisa jadi panjang.
Kalau penasaran sama dunia seni membatik, ya bisa deh main ke Galeri Purwita saja. Biar semakin sayang, semakin menghargai mahakarya peradaban Indonesia yang wajib banget dilestarikan ini.
Sudah yah, itu dulu. Teman-teman boleh koh kasih komentarnya. Siapa tahu, ada kisah seru dengan batik andalan kalian kan.