Sineas Purbalingga kembali merilis film dengan tema sejarah. Kali ini, formatnya itu film fiksi pendek. Durasinya sekitar 13 menit. Judulnya, ABRI Masuk Desa.
Kalau dari judulnya, pasti sudah paham kalau film yang disutradari Bowo Leksono ini berlatar tentang kehidupan di zaman Orde Baru. Zaman dimana Soeharto masih menjadi presiden di Indonesia ini.
Film “ABRI Masuk Desa” diproduksi oleh produksi Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jaringan Kerja Film Banyumas Raya (JKFB), dan Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga.
Film ini diproduksi dari program Fasilitasi Pengembangan Perfilman bagi Komunitas dan Masyarakat tahun 2018, Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbangfilm) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pemutaran perdana film “ABRI Masuk Desa” dilaksanakan tepat di Hari Film Nasional (HFN), 30 Maret 2019, di GOR Mahesa Jenar Purbalingga. Kebetulan aku jadi moderator diskusi pemutarannya. Hehehe.
Oke. Ini agak berbau spoiler. Tapi aku tetep pengin sedikit cerita soal inti ceritanya. Ceritanya nih, tentang aktivis mahasiswa bernama Fajar yang balik kampung.
Terus, Fajar ini menolak pemilu dengan mengampanyekan golput alias golongan putih. Nah, ternyata sikap Fajar ini membuat aparat ABRI yang ada di desa Fajar menjadi gerah.
Eh, aku bikin tulisan ini cuma pengin cerita beberapa hal menarik yang ada di balik film fiksi pendek yang satu ini. Simak yah.
Film “ABRI Masuk Desa” ini adalah film yang sangat bernuansa Banyumasan banget.
Kenapa? Ada empat alasannya nih.Pertama. Karena film ini menggunakan bahasa Jawa Banyumasan. Kedua, film ini syutingnya di Desa Cipawon, Kecamatan Bukateja, Purbalingga.
Ketiga, film fiksi ini terinspirasi dari kehidupan mahasiswa yang berasal dari Purbalingga di saat menjelang Pemilu terakhir Orba. Jadi benar-benar terjadi di Purbalingga.
Yang terakhir sekaligus yang paling utama, karena semua orang yang terlibat di syuting ini, baik aktor dan kru, adalah orang yang punya ikatan dengan Bumi Panginyongan ini.
Ini bukan kali pertama sineas Purbalingga memproduksi film bertema sejarah.
Ya! Sebelumnya juga ada film-film bertemakan Tahun ’65. Filmnya ada yang fiksi pendek sampai ada yang film dokumenter. Seperti film dokumenter “Kami Hanya Menjalankan Perintah, Jenderal! dan film fiksi “Izinkan Saya Menikahinya”.
Film-film yang mengungkapkan tentang kisah-kisah tabu di Tahun 65 tersebut bahkan menjadi jawara di sejumlah festival nasional. Keren lah prestasi dua film tersebut.
Film ini bisa jadi referensi belajar sejarah yang asyik buat para Milenial dan Gen Z loh.
Meskipun fiksi, film “ABRI Masuk Desa” menawarkan serpihan sejarah bangsa yang bisa jadi bahan belajar loh. Terutama belajar tentang sejarah Orde Baru yang konon “Enak Zamanku Tho?”
Ya mau bagaimana lagi kan, kalau cuma mengandalkan belajar di kelas atau buku paket, ya jelas nggak bisa dapat referensi yang segar dan nggak membosankan.
Kalau nonton film ini, ada beberapa adegan di film ini yang pasti bakal menyengat rasa ingin tahu. Minimal banget ya, muncul pertanyaan, “apa iya sih dulu kondisinya begitu?”.
Terus, gimana dong ulasan cerita film “ABRI Masuk Desa”?
Menurutku, durasi film ini sih masih terlalu pendek. Hehehe. Mengingat ceritanya yang bisa banget dieksplor jadi sebuah kisah yang epik. Jadi, rasanya seperti baru siapin kacang, eh udah selesai aja.
Mau bagaimana lagi coba, kalau film ini lumayan sukses membawa hanyut penonton dengan patahan-patahan adegan yang membuat kita mikir dan berkaca pada diri.
Kayaknya kehidupan mahasiswaku nggak sekeras itu loh. Mahasiswa sekarang dibandingkan mahasiswa tahun 90an, kok bisa beda banget yah.
Kira-kira begitu lah yang aku pikirkan.
Ah sudah ah. Segitu saja review Film ABRI Masuk Desa. Kalau teman-teman penasaran pengin nonton atau malah bikin nonton dan diskusi film “ABRI Masuk Desa” hubungi CLC Purbalingga saja yah.
Kalau sekarang, aku mau share Trailer “ABRI Masuk Desa” saja.