Senyum lantas mengembang di wajah yang terkantuk-kantuk ini. Meski sudah ngeleyep beberapa puluh menit, kantuk dan lelah belum serta merta lenyap. Tetapi rekahan senyum ini bisa sedikit mencerahkan.
Senyum menjadi ekspresi di wajah ini ketika roda-roda pesawat mulai menyentuh aspal di Bandara Domine Eduard Osok (DEO) Sorong, Papua Barat. “Akhirnya. Tana Papua,” gumamku sambil senyum.
Aku memang senang bukan kepalang sudah menapakan kaki di Tana Papua ini. Nggak pernah terbayang bisa sampai di Papua. Karena memang nggak punya benang merah dengan Bumi Cendrawasih.
Satu-satunya benang merah itu hanyalah wacana dan kisah dari buku, media massa, media sosial hingga film-film dokumenter. Kisah-kisah itu bertutur tentang kesenjangan sosial hingga kekayaan alam.
Tetapi, secara luar biasa, awal tahun 2020 ini dibuka dengan kabar rencana ke Papua. Tepatnya ke Papua Barat. Masih tentatif sih. Namun kabar itu sudah bikin jantung berdegub.
Boleh Dong Baca Ini: Luar Biasa! Petualangan One Day Trip ke Raja Ampat yang Penuh Deburan Ombak, Spot Instagramable dan Kekayaan Alam Mempesona
Ini menjadi Rekor Perjalanan Kerja Paling Jauh.
Perjalanan ke Sorong ini, tepatnya ke daerah Kasim, Distrik Seget, memang perjalanan kerja. Working trip. Ceritanya tempatku kerja, Citrantara punya pekerjaan di Pertamina RU VII Kasim.
Perjalananya butuh waktu sekitar 6 jam perjalanan pesawat Jakarta – Sorong. Plus sekitar 2,5 perjalanan darat menembus hutan. Lumayan bikin pantat panas.
Kerja sambil dolan ke Sorong memecahkan rekor perjalanan kerja di tahun 2019. Tahun lalu, aku ke Dumai di Kepulauan Riau. Baru pernah main ke Dumai. Ya, bahkan AkuBangkit nggak paham di mana Dumai itu. Hihihi.
Seperti halnya petualangan kerja ke Dumai, petualangan jauh-jauh ke Sorong juga memberikan pengalaman yang luar biasa. Pengalaman yang nggak terlupakan. Dan, bikin nagih, tentu.
Pengalaman itu bukan hanya tentang menikmati traveling ke Raja Ampat hanya bermodal duit Rp 1 jutaan saja. Namun, juga pengalaman berinteraksi dengan kota, manusia dan budaya di Sorong.
Sorong disebut Kota Bersama karena Dihuni Beragam Etnis.
Waktu di atas pesawat, aku pikir akan banyak bertemu dengan orang-orang lokal. Yan mana penampilannya akan dicitrakan seperti yang ada di media ataupun buku. Ternyata tidak.
Di Sorong, aku menemukan banyak warung lamongan. Aku bisa makan malam di KFC. Aku naik Gojek yang drivernya dari Kediri. Aku chatting whatsapp dengan para pekerja dari Jawa dan Batak.
Kalau Hendrik ABK speedboard yang mengantarku ke Raja Ampat menyebut, “Sorong itu Kota Bersama”. Semakin dalam berinteraksi dengan kota Sorong, memang terasa sekali keberagaman etnis di Sorong.
Keberagaman etnis itu nggak cuma dari Indonesia. Setiap hari, banyak turis yang datang ke Papua Barat. Mulai dari Tiongkok, Jepang, hingga Eropa. Mereka mendarat di Sorong lantas berpetualang ke Raja Ampat.
Semoga damai dan bahagia menghuni hati dan kehidupan warga di Sorong itu. Menyenangkan bisa melihat senyum warga-warga di sana.
Tidak Lupa Menyantap Menu Kuliner di Sorong.
Kalau ke kota yang baru, aku selalu mengincar menu-menu kuliner khas kota tersebut. Bukan karena aku pecinta kuliner. Cuma, rasanya asyik aja berwisata lidah di kota asing.
Incaran utamaku adalah papeda. Wooo, aku jelas penasaran dengan menu yang satu ini. Tetapi sayang seribu sayang, aku nggak berjodoh dengan menu spesial khas Papua ini.
Alasannya beragam. Mulai dari harus mencari pasar pagi yang jualan papeda hingga waktu yang nggak mungkin berburu kuliner khas Papua ini. Sayang sekali. Hiks.
Namun, kegrundelan di hati itu lenyap ketika menikmati menu makanan laut di warung “Marinda” yang ada di kawasan Jl Ahmad Yani Sorong. Di sini, banyak aneka seafood. Dijual banyak jenis ikan laut. Warungnya ramai banget.
Aku makan ikan kerapu dan ikan kakap merah. Dagingnya kenyal. Pas dagingnya dicocol ke sambel, rasanya enak banget. Nikmat pol. Padahal, aku nggak terlalu suka makanan pedes.
Nggak cuma di situ. Wisata kuliner di Sorong nggak cuma seafood. Tetapi juga dilengkapi dengan berburu durian lokal Papua. Kecil dan murah. Tetapi rasanya enak. Ini beneran enak. Ada tiga buah durian yang kami santap.
Hmm, Ini yang Membuat Sorong Terasa Indonesia Banget.
Ada satu hal yang selalu aku cermati ketika datang ke suatu kota. Terlebih, kota yang belum pernah disambangi. Termasuk juga Sorong di Papua Barat ini.
APa yang aku cermati itu? Yakni cara penghuni kota melakukan aktivitas sehari-harinya. Dan, di Sorong,aku mencermati soal habit masyarakat dalam berkendara.
Di Sorong, penguna jalan nggak tertib berlalu lintas. Mereka pergi menggunakan motor tidak menggunakan hlem. Padahal ke wilayah perkotaan. Ya, tanpa helm.
Mereka juga nggak terlalu khawatir dengan razia helm atau SIM. Aku naik ojek, juga nggak dikasih helm. Sepertinya, polisi punya tugas yang lebih berat dibandingkan mengurus pengendara tanpa helm.
Jangan Lupa Baca: Lima Hal Ini Sangat Ditunggu oleh Masyarakat Purbalingga di Tahun 2020
Maaf ya kalau blog ku belakangan ini, cuma update tentang perjalanan kerja ke Sorong dan sekitarnya. Soalnya memang asyik dan terlalu menyenangkan.
Lah ini aku belum bercerita tentang aktivitas di area kilang Pertamina RU VII Kasim. Menurutku, banyak kisah yang menarik di sini. Salah satunya, tentang bersepeda menyisir Selat Selawati.
Yah, lain kali lah ceritanya. Kalau ada yang kepengin tahu saja sih. Hehehe. Ya kan?
wah enak banget mas sepertinya, semoga betah mas di sorong 😀 hehe
Hehehe. Cuma satu minggu doang di Sorong. Tapi memang belum bisa eksplor banyak dalam seminggu di Sorong.