Bermula dari trending topic di Twitter, euforia film “Tilik” meledak hingga menjalar kemana-mana. Bahkan “kobaran” film pendek ini melebihi hebohnya kebakaran di Kejaksaan Agung, beberapa waktu lalu.
Film “Tilik” menjadi bahan obrolan mulai dari status dan story di media sosial hingga konten video Youtube dan Televisi. Bahkan, menjadi bahan obrolan di tempat nongkrong. Film berghibah itu jadi bahan ghibah.
Karakter Bu Tejo adalah “biangkerok” dari euforia film “Tilik”. Orang-orang di jagat maya menjadi kepo banget dengan aksi lambe Bu Tejo yang lamis namun solutip itu.
Waktu awal trending topic di Twitter, AkuBangkit kira “Bu Tejo” itu tentang konten buatan Sujiwo Tejo, Sang Presiden Janjuker. Eh ternyata bukan. Malah tentang karakter utama di film pendek garapan Ravacana Films dengan Dinas Kebudayaan DIY.
Saking boomingnya film pendek ini, nggak heran kan, film yang diposting di channel Youtube “ Ravacana Films” ini sudah ditonton lebih dari 11 juta kali. Itu pencapaian dalam sejak diunggah legal di Youtube 17 Agustus 2020 loh. Mantaap jaya, men!

Sinopsis Film “Tilik”; Kisah yang Begitu Dekat Sampai Seperti Bercermin
Film “Tilik” adalah film pendek berdurasi 30 menitan dengan setting jalanan ndesa Jogjakarta, yang diproduksi Ravacana Films dengan Dinas Kebudayaan DIY pada tahun 2018. Jadi, film dengan sutradara Wahyu Agung Prasetyo ini termasuk film lama. Kira-kira seperti ini sinopsis film pendek “Tilik”.
Film “Tilik” bercerita tentang rombongan ibu-ibu di desa yang menjenguk ibu kepala desa, yang sakit dan masuk rumah sakit. Mereka beramai-ramai menggunakan truk sebagai angkutan menuju rumah sakit.
Bagi masyarakat desa di wiyalah Jawa dan DIY, aktivitas tilik atau menjenguk orang sakit dengan naik truk atau mobil pick up adalah hal umum. Bahkan, budaya guyub ini masih ada sampai sekarang ini. Nah, film “Tilik” ini merekam fenomena tersebut.
Yu Ning dan ibu-ibu lainnya berangkat dari desanya memakai truk milik Gotrek. Yu Ning tahu kabar Bu Lurah ambruk dari tetangganya, Dian. Nah, Dian ini kembang desa, yang menjadi bahan bergosip selama perjalanan sekaligus tali pengait alur cerita film pendek ini.
Bu Tejo ini sangat lihai membahas kehidupan Dian, dari berbagai sisi. Bu Tejo ngulik kehidupan Dian layaknya netizen, wartawan hingga dokter. Selama perjalanan, Bu Tejo begitu ciamik memancing ibu-ibu untuk menggosok makin sip kisah Dian itu.
Dengan set up setting yang “sederhana” dan alur yang ringan, gaya bertutur, ekspresi dan celetukan Bu Tejo adalah alasan utama penonton geregetan. Penonton merasa gemeeesh banget sekaligus melihat dirinya sendiri dalam karakter Bu Tejo yang dimainkan Siti Fauziah itu.
Kesederhanaan bikin film pendek mudah dinikmati dan ditangkap isi pesannya. Termasuk adegan lain di luar aksi bergunjing ibu-ibu, yang diselipkan ciamik, bikin film ini berasa begitu dekat dengan kehidupan aktual. Salah satunya adegan kebelet pipis dan adegan mau “nyokot” pak pulisi. Kece!
Saking kerennya film ini, film ini nggak hanya panen meme dan apresiasi netizen. Sutradara seperti Joko Anwar dan Ernest Prakasa juga ikut keprok-keprok seneng dengan film “Tilik”.
Tapi eh tapi, pendalaman karakter Siti Fauziah dan plot twist di ending cerita film “Tilik” juga memicu pro-kontra. Yah, ada saja netizen yang mencibir karakter Bu Tejo dan Dian itu sebagai wujud nyata merendahkan perempuan dan nggak mendidik.
Hm, kalau wankawan gimana? Setuju nggak tuh dengan penilaian tersebut? Monggoh kirim tanggapannya di kolom komentar. Heuheu.
Wahai Anak Muda: Anak Muda Harusnya Nonton Film “ABRI Masuk Desa”, Apalagi yang Suka Gerakan!
Eh, belum selesai blog post kali ini. Jangan berhenti dulu bacanya. Sinopsis film “Tilik” itu cuma pengantarnya saja loh. Sebab, AkuBangkit mau kasih rekomendasi film-film pendek dari Purbalingga yang nggak kalah dari kisah Bu Tejo dan ibu-ibu desa di film “Tilik”.
Rekomendasi Film Pendek Purbalingga yang Ora Kalah Maen dari Film “Tilik”.
Beberapa waktu lalu, ada netizen asal Purbalingga yang posting di sebuah grup Facebook tentang keinginannya melihat film dari Purbalingga bisa memiliki kiprah keren kayak film “Tilik” dari Jogjakarta.
Padahal nih yah, Purbalingga ora kalah tenar untuk urusan film pendek. Banyak sekali film-film pendek dari Purbalingga yang mendapat apresiasi dari berbagai festival dan tokoh-tokoh perfilman nasional. Kerennya lagi, para pelajar Purbalingga yang memproduksi film-film itu! Jos konyos-konyos mbok!
Di postingan kali ini, AkuBangkit mau kasih rekomendasi film-film pendek terbaik Indonesia dari Purbalingga yang layak banget ditonton. Monggoh simak rekomendasinya.
Pertama. Peronika.
Film pendek berdurasi 13 menit ini diproduksi Laeli Leksono Film tahun 2004. Sutradara film Peronika ini adalah Bowo Leksono. Perintis munculnya komunitas film di Eks Karesidenan Banyumas, lewat Cinema Lovers Community (CLC).
Film “Peronika” yang berbahasa Banyumasan ini mengisahkan sebuah keluarga yang berantem karena adanya “pihak ketiga” bernama Peronika. Saking panasnya pertengkaran, bahkan hampir berujung pada perceraian.
Nah, Veronika ini sebenarnya adalah asisten virtual dari Telkomsel. Buat generasi 90’an, pasti paham betul siapa itu Mbak Veronika. Heuheu.
AkuBangkit nonton film ini waktu masih SMA. Waktu itu pelajaran Bahasa Indonesia, pak guru meminta siswa menonton bareng film “Peronika”. Alhasil, satu kelas ngakak nonton film pendek ini.
Film pendek “Peronika” mendapatkan banyak penghargaan di berbagai festival. Mulai dari Malang Film Video Festival 2006, Festival Film Indonesia (FFI) 2004, Indonesian Film Festival 2006 Melbourne University Australia, European Film Festival 2007 hingga Association of Asian Studies Conference, Hawaii, Amerika Serikat.
Kedua. Pigura.
Film kedua yang masuk rekomendasi film pendek adalah film “Pigura”. Film pendek ini diproduksi Sawah Artha Film dari SMP Negeri 4 Satu Atap Karangmoncol bersama pendampingnya, Mas Aris. Film fiksi diproduksi tahun 2010 dengan durasi 24 menit.
Film pendek ini diproduksi oleh duet sutradara pelajar bernama Darti dan Yasin. Dengan latar kehidupan masyarakat di Kecamatan Karangmoncol, film ini kental dengan nuansa drama yang mengharu biru.
Film “Pigura” bercerita tentang kerinduan karakter utama bernama Gati pada ayahnya, yang lama sekali tidak pulang. Kerinduan itu dijawab dengan semangat Gati untuk giat belajar giat. Hal itu sesuai pesan Simbok bahwa ketika Gati rajin belajar, ayahnya akan cepat pulang.
Suatu hari Gati berantem dengan adiknya, karena gambar kesayangannya dibuat menjadi layang-layang oleh adiknya. Gati sedih bukan kepalang, sementara adiknya nggak terlalu memahami arti mendalam gambar miliki Mbakayu Gati itu.
Sebagai orang yang juga telah ditinggal oleh ayah, AkuBangkit kerasa krenteg di dalam hati ketika nonton film itu. Apalagi akting Darti sebagai Gati memang bisa dibilang luar biasa. Padahal Gati bukan siswa yang khusus belajar keaktoran.
Film ndesa ini memborong sejumlah penghargaan di Festival Film Remaja 2010. Kemudian menjadi Film Terbaik II Festival Film Anak Medan 2010, lalu mendapatkan Penghargaan Khusus Dewan Juri Festival Film Indonesia 2010, Film Terbaik Festival Film Solo (FFS) 2011, dan Nominator Lomba Sinematografi Pemuda Kemenpora 2013.

Ketiga. Langka Receh.
Film fiksi pendek produksi tahun 2012 ini hanya berdurasi sekitar 5 menit. Namun, cerita film yang juga berbahasa Banyumasan ini sangat menarik. Film ini digarap Miftakhatun & Eka Susilawati dari Sawah Artha Film dari SMP Negeri 4 Satu Atap Karangmoncol, Purbalingga.
Film “Langka Receh” bercerita tentang seorang siswa yang ketika beli di warung, namun selalu mendapatkan kembalian dalam bentuk permen. Alasannya si pedagang karena ia tak punya uang receh untuk kembalian.
Dengan logika permen-permen itu adalah uang yang ditabung, si siswa itu ingin membeli di warung tersebut dengan menggunakan permen yang dikumpulkannya dari kembalian. Namun hal itu ditolak oleh pedagang. Alasannya permen bukanlah alat membayar.
Ide cerita film “Langka Receh” ini sederhana banget, tapi kedekatan isunya dengan kehidupan masyarakat ndesa, membuat film pendek pelajar ini panen penghargaan.
Mulai dari film terbaik kedua di Kids International Film Festival (KidsFest) 2012, Film Terbaik Festival Film Solo (FFS) 2012, Film Pendek Fiksi SMP Terbaik Festival Film Purbalingga (FFP) 2012 serta Penghargaan Khusus Festival Film Indonesia 2012.
Eh ada lagi, penghargaan di ASEAN International Film Festival Awards (AIFFA) 2013, Penghargaan Khusus film pelajar AFI 2013, Nominasi I Lomba Sinematografi Pemuda Kemenpora 2013 hingga Film Pendek Pelajar Terbaik Anti-Corruption Film Festival (Acffest) 2013.
Keempat. Lawuh Boled.
Satu lagi film pendek bernuansa drama yang sangat sayang dilewatkan untuk ditonton adalah film pendek “Lawuh Boled”. Film fiksi pendek berdurasi skeitar 8 menit ini digarap Misyatun melalui Pedati Film dari SMKN 1 Rembang pada tahun 2013.
Film pendek ini berlatar pada keluarga miskin di Kabupaten Purbalingga. Pada suatu pagi, Sutinem penuh semangat ke rumah pak RT untuk mengambil kupon jatah beras miskin alias raskin.
Namun, karena buta huruf dan terburu-buru, Sutinem akhirnya mengambil kupon dengan huruf depan “S” sesuai perintah Pak RT yang malah sibuk teleponan.
Setelah lama mengantre di tempat pengambilan beras raskin, Sutinem ditolak panitia pembagian beras. Alasannya, Sutinem tidak membawa kupon sesuai dengan namanya. Dengan penuh kekecewaan, Sutinem kembali ke rumah. Keluarganya akhirnya makan lauk boled alias ketela lagi.
Dengan adegan yang nggak neko-neko, film pendek “Lawuh Boled” bertutur dengan menarik dan ekspresif. Film ini benar-benar menampilkan realita yang ada di sekitar kita. Kece banget lah!
Film dengan akting keren para warga di Kecamatan Rembang ini, sukses menjadi Film Fiksi Pendek Pelajar Terbaik Malang Film Festival 2013, Film Terbaik Festival Film Solo (FFS) 2013, Film Fiksi Pendek Terbaik Festival Film Purbalingga (FFP) 2013 dan Film Terbaik Psychofest 2013.
Kemudian juga masuk dalam Jiffest 2013, Jogja-Netpac Asia Film Festival 2013, StoS Award – Film Pendek Terbaik StoS Film Festival 2014, Finalis Creabo Pekan Komunikasi UI 2014 hingga Lolos kurasi fest film scream 2014
Kelima. Penderes dan Pengidep.
Nah, rekomendasi film pendek terakhir ini genrenya agak berbeda. Bukan genre film fiksi, melainkan film pendek dokumenter. Ya, film “Penderes dan Pengidep” ini memang film dokumenter garapan pelajar dari SMA Negeri 1 Kutasari.
Achmad Ulfi yang tergabung dalam Papringan Pictures dari SMA Negeri 1 Kutasari ini memproduksi film dokumenter “Penderes dan Pengidep” berdurasi 15 menit ini pada tahun 2014 kemarin.
Film ini menampilkan keluarga Suwitno yang menjadi penderes dan Suwini sebagai ibu rumah tangga dengan tiga anak, sekaligus sebagai pengidep alias pembuat bulu mata palsu. Film ini mengulik kehidupan keluarga penderes yang nggak semanis gula.
Film “Penderes dan Pengidep” ini juga merekam bagaimana bank plecit alias bank kloyong sudah beitu menjerat keluarga penderes seperti Suwitno itu. Film ini mencitrakan dengan jelas kehidupan masyarakat bawah di Purbalingga.
Menurut AkuBangkit, film dokumenter ini tampil keren berkat riset yang luar biasa. Karena, keluarga Suwitno sama sekali nggak canggung dengan keberadaan kamera dan tim produksi di rumahnya. Padahal, hal semacam itu pasti sangat jarang bersentuhan dengan mereka.
Film “Penderes dan Pengidep” ini enjadi Dokumenter Pendek Pelajar Terbaik Malang Film Festival (Mafifest) 2014, kemudian mendapatkan sejumlah penghargaan dalam beberapa kategori di Madyapadma 2014 dan Film Dokumenter Favorit Penonton FFP 2014.
Lalu, film dokumenter ini juga mendapatkan Apresiasi Film Independen Pelajar Terbaik AFI 2014, Nominasi Festival Film Indonesia 2014, Film Terbaik kategori pelajar Festival Film Dokumenter 2014, Film Terbaik kategori pelajar Piala Maya 2014 hingga Nominasi XXI Short Film Festival 2015.
Nonton Channel: Kece Nih Buat Ditonton! Channel Youtube Keren yang Bisa Kamu Tonton di Waktu Sela
Bagaimana rekomendasi film-film pendek dari Purbalingga versi AkuBangkit ini? Yakin deh nggak bakal kalah dengan pamor film “Tilik” yang sedang viral itu. Beneran nih.
Selain lima film pendek tersebut, masih banyak banget film-film pendek dari Purbalingga yang bisa ditonton. Kalau wankawan pengin nonton lima rekomendasi film pendek itu atau film-film pendek Purbalingga yang sudah keluar masuk festival film, bisa banget main ke Markas CLC Purbalingga di Jalan Puring Purbalingga.
Atau malah wankawan juga punya rekomendasi film pendek yang bisa ditonton. Secara kan sekarang ini banyak banget komunitas dari Purbalingga yang bikin film-film pendek dengan nuansa Banyumasan.
Share dong link nontonnya di kolom komentar yah. Biar dunia perfilman di Purbalingga semakin bergeliat dong. Monggoh.
2 thoughts on “Setelah Film “Tilik” dan Bu Tejo yang Viral, Saatnya Nonton Film Pendek Purbalingga. Ini Rekomendasinya, Lik!”