Aku pikir, anggota Palang Merah Remaja alias PMR itu isinya cuma orang-orang modus. Siswa yang punya keinginan gabung PMR hanya untuk terhindar dari kewajiban ikut barisan upacara yang terik matahari.
Dengan menjadi anggota PMR, mereka nggak perlu baris dalam pengawasan guru killer atau minimal guru BP. Tapi bisa berdiri santai di tempat adem berkat dedaunan rindang di belakang barisan.
Kalau beruntung, mereka bisa ikut ngadem di UKS, bersama siswa yang nggak sarapan atau pusing mendadak karena nggak kuat menahan sinar matahari pagi.
Nah. Di luar prasangka itu, dulu, kadang aku juga berprasangka kalau mereka yang gabung ekskul PMR ya cuma punya motif PDKT sama seseorang yang ditaksirnya.
Kalau prasangka ini ditujukan khusus untuk siswa putra sih. Kan, di era-era dulu, PMR itu kan tergolong ekskul yang nggak macho. Jika nggak punya motif naksir, lalu alasan apa lagi?
Ayo Baca Dulu: Kenapa Orang Suka Sekali Menyebarkan Hoax di Media Sosial?
Ternyata prasangka tak selamanya sesuai sangkaan.
Ya nggak tahu prasangkanya yang salah, zaman yang banyak berubah atau malah gerakan PMR di sekolah memang sudah mengalami evolusi, ternyata anggota PMR dan kegiatannya nggak gitu-gitu amat.
Ternyata, banyak hal yang bisa dilakukan oleh anggota PMR, selain mengawal jalannya upacara dari barisan belakang pasukan upacara di setiap hari senin.
Datang ke acara Jumpa Bhakti Gembira alias Jumbara PMR X PMI Purbalingga Tahun 2019 di Lapangan Desa Kradenan, Kecamatan Mrebet, 3 Oktober kemarin lumayan kasih gambaran seabregnya aktivitas PMR.
Aku sih nggak lihat banyak dan secara detail mengamati apa saja aktivitasnya. Tapi, kegiatan PMR ya samalah kompleksnya dengan kegiatan Pramuka. Banyak yang diajarkan, banyak yang harus dikuasai.

Ngapain datang ke Jumbara PMR?
Ya sebenarnya, nggak ada minat ujug-ujug untuk datang ke Jumbara PMR yang dilaksanakan 2-5 Oktober ini sih. Cuma diminta untuk jadi tim bantuan menilai lomba galeri infokom. Simpelnya, mading lah.
Aku keliling ke tenda-tenda untuk melihat kualitas dan kreatifitas PMR level Madya dan Wira. Kira-kira hampir 60 tenda lah yang aku dan tim PMI datangi. Sampai rasanya lemes ini dengkul dan kempol.
Meskipun capai (eh apa capek atau cape sih ya nulisnya), aku sih antusias dengan pengalaman perdana melihat dan menilai satu persatu mading ala PMR yang didesain sedemikian rupa ini.
Ya, siapa sih yang nggak senang melihat anak-anak muda harapan Purbalingga berkarya. Apalagi terlihat jelas tuh niat dan nggak niatnya anggota kontingen dalam membuat mading. Hehehe.
Lalu, ini yang dapat aku pelajari dari momen penjurian.
Buat aku sih, nggak terlalu penting ya siapa yang mendapatkan nilai tertinggi. Nggak kenal juga sama kontingennya. Hihihi. Yang paling penting ya bagaimana PMI Purbalingga menangkap value dari lomba ini.
Habis keliling ke semua tenda, aku ngomong ke salah satu pengurus PMI Purbalingga. Bahwasanya, lomba mading jangan berhenti sebatas materi perlombaan di jumbara. Tapi harus didorong untuk lebih jauh dari ini.
Menurutku, PMR itu punya potensi untuk menjadi bagian dari jaringan kerja PMI untuk menyerap informasi dari level sekolah namun di sisi lain bisa diberdayakan untuk sosialisasi dari PMI ke bawah.
Jaringan kerja ini konteksnya jaringan kerja media publikasi. Masuk dalam proses kehumasan. Jadi, distribusi informasi tak hanya akurat, namun juga efektif dan efisien.
Mereka, para anggota PMR, nggak harus mampu nulis bagus ala wartawan. Syukur-syukur sih bisa. Tapi yang utama justru pemahaman mereka pada kerja-kerja publikasi media dan cara menemukan konten menarik. Skill menulis bisa dipelajari lah.
Mereka hanya perlu diasah kemampuannya untuk memahami betapa peran mereka untuk mengumpulkan dan mengirimkan konten dari bawah ke PMI, kemudian ke masyarakat, itu sangat penting.
Mengasah skill ini bisa dilakukan dengan workshop-workshop berkala, tentu saja. Jadi, kedepan, nggak ada lagi PMR yang bingung menemukan dan mengemas konten atau informasi terkait kegiatan-kegiatan mereka.

Pemahaman ini juga penting bagi KSR, Sibat ataupun relawan PMI lainnya.
Aku percaya, mereka juga punya konten yang menarik disimak PMI bahkan publik. Karena, KSR, Sibat hingga relawan PMI lainnya bersinggungan langsung dengan masyarakat. Tentu sangat menarik pengalaman mereka.
Iya. Lebih jauh lagi, dengan pemberdayaan PMR, KSR, Sibat ataupun relawan PMI lainnya, konten publikasi PMI Purbalingga akan lebih bervariatif, lebih asyik dan tentu saja lebih menarik untuk disimak.
Boleh Kok Baca Ini: Sajak Dingin di Pagi
Karena informasi PMI Purbalingga diolah dari banyak sumber, banyak pengalaman. Asyik, tentunya.
Btw, buat kontingen PMR di Jumbara PMR X PMI Purbalingga, selamat berproses selepas jumbara ya. Semoga gembira.
Ekskul PMR jaman aku sekolah ya ekskul sing ora payu. Tapi pas aku cari infonya dari temen yang jadi PMR, mereka juga aktif banget semacam Pramuka. Mereka belajar bagaimana menggotong tandu, mengenali jenis-jenis obat tradisional maupun obat yang keluaran dari pabrik. Terus tentunya mereka belajar bagaimana cara untuk menolong orang yang pingsan, atau tiba-tiba nggleyeng lagi upacara.
Ceritane rika wingi melu dadi tim dewan juri go menilai mading, kayak kue? Joss laahh, pantesan kayane rika ampleng bae. Jebule lagi keliling 60 tenda. hahahaha
Loh pernah sekolah yah? Hahaha.
Ya Keliling sambil baca-baca itu bikin mata blereng. Haha