Coret Moret

Sajak Jalanan

Jalanan di mukaku itu, masih saja ramai.
Semua bersliweran begitu saja.
Ke depan, ke kanan, ke kiri, ke belakang.

Sedari pagi, masih saja begitu.
Saat malam menjelang, pun masih begitu.
Yang beda cuma cahaya ang dipancarkan saja.

Aku masih ingat, waktu kecil, aku dibikin kagum dengan cahaya kota Jakarta
Jakarta melong-melong, kataku.
Berbinar dan penuh cahaya.

Tapi, kini nggak lagi.
Cahaya di jalanan ini, nggak semempesona dulu.
Kini hanya menyakiti mataku.

Kendaraan-kendaraan itu, lewat terlampau cepat.
Nggak memberi kesempatan mataku untuk melihat lekat dirinya.
Aku pusing.

Itu, belum diitung dengan bunyi knalpot.
Selalu ada saja knalpot yang nggak ramah dengan pendengaranku.
Gara-gara itu, sesekali, aku memaki.

Kini, aku sedang menanti malam menjamah pukul 11 malam.
Saat itu, pertigaan di depan mataku ini, lengang.
Nggak ada lagi cahaya dan knalpot bising.

Di saat itulah, aku akan berjalan melenggang di tengah jalan.
Tanpa takut tertabrak dan dimaki.
Ya, aku-lah si raja jalanan.

[08/07/10]

6 thoughts on “Sajak Jalanan”

  1. Aq suka nih.. sajak jalanan.. berteman dengan jalanan itu menyenangkan, pada waktu itu kebebasan serasa milik qt, tanpa perduli ganguuan.. menjadi dekat dan berteman dengan jalanan, tanpa harus menjadi raja jalanan hehew:D

    Sukses selalu Bangkit!

  2. itu yang namanya bertahap. jalan di tengah jalan, lain kali baru tiduran. heheheheee…

    ngegas mulu, ntar nabrak donk. kan malah bahaya. ckckckck…

    di jalanan banyak cerita. itu senyatanya kan.
    aku cuma lagi berpikir, gimana kalo raja jalanannya itu bukan pengendara motor, melainkan pejalan kaki yah. heheheee…

    oia, salam kenal semuanya juga!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *