Beberapa kali AkuBangkit diajak untuk sharing tentang pengelolaan media sosial di lingkungan korporasi, lembaga ataupun komunitas. Khususnya berbagi pengalaman dalam membangun konten digital marketing. Yah semacam berbagi tips membuat konten menarik di media sosial.
Media sosial memang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas komunikasi kekinian. Nggak cuma individu, perusahaan, lembaga, institusi hingga komunitas berduyun-duyun melakukan migrasi ke dunia maya. Yah, semacam urbanisasi.
Migrasi tersebut ditandai dengan aktivasi akun di Facebook, Instagram, Twitter, Website, Youtube, Linkedin hingga Google Business. Bahkan, ada juga yang hadir ke publik melalui aplikasi virtual room, semacam Zoom.
Apalagi dengan efek luar biasa dari Pandemi Covid-19 ini. Pandemi ini mengubah secara drastis pola komunikasi masyarakat. Konsumsi media sosial meningkat drastis. Hampir semua obrolan berpindah ke ranah media sosial.
Nah, perusahaan, lembaga, institusi hingga komunitas juga berupaya beradaptasi dengan perubahan besar ini. Mereka nggak mau tuh ketinggalan obrolan sasaran konsumen atau mitra mereka. Kalau ketinggalan, yah tinggal juga. Repot kan.
Pada proses migrasi komunikasi ini, ada yang beraksi penuh dengan percaya diri sebab berilmu atau sekadar ngodor, ada yang melangkah sambil garuk-garuk kepala lantaran bingung, ada pula yang benar-benar blank harus ngapain ketika membawa brand ke dunia maya.
Ya begitulah. Ngobrol di jagat daring dan luring melalui media sosial ini memang sangat berbeda. Meskipun sama-sama tetap memungkinkan adanya interaksi, karakter netizen yang menjadi target market punya unik.
Baca Yuk: Kenapa Orang Suka Sekali Menyebarkan Hoax di Media Sosial?
Netizen yang Blak-blakan Merespon Konten Komunikasi.
Yah seperti kita tahu, banyak sekali konten yang menerpa netizen di media sosial, dalam satu hari. Mulai dari status teks, foto hingga video. Tingkat terpaan itu akan semakin tinggi selaras dengan jumlah following atau berteman serta tempat tinggal.
Dengan jumlah konten yang banyak bertebaran di berandanya, netizen pun mewujud menjadi sekumpulan target market yang sangat selektif. Netizen sangat blak-blakan dalam merespon konten komunikasi perusahaan, lembaga, institusi hingga komunitas.
Netizen nggak rikuh pekewuh ataupun malu kalau memang nggak suka dengan suatu konten komunikasi. Mereka akan dengan mudah untuk skip konten promosi yang tidak menarik, tidak penting dan yang sifatnya hard sell.
Banyak terjadi netizen yang tanpa malu-malu memilih untuk dislike pada konten komunikasi brand di media sosial. Bahkan, di beberapa kasus, teriakan ketidaksukaan itu berbuah konten keluhan yang viral.
Dengan karakter netizen kekinian semacam itu, tentu saja nggak mudah untuk bikin konten digital yang banyak like, komentar, save dan juga repost. Padahal, sudah bikin konten dengan teknik yang wow, tapi tetap saja low enggagement.
Padahal, goal komunikasi digital di media sosial memang enggament alias keterikatan yang semakin kuat antara konsumen tertarget dan brand. Bukan sekedar “punya akun” di banyak media sosial.
Tanpa terwujudnya interaksi dan enggament yang kuat, komunikasi brand di media sosial hanya akan menjadi aktivitas basa-basi yang melelahkan dan membuang energi serta budget marketing. Sayang sekali dong.
Masalah seperti itu sering jadi bahan curcol para pemimpin ataupun admin medsos di perusahaan, lembaga, instansi hingga komunitas, pas lagi sharing bareng AkuBangkit. Terus apa dong solusinya?

Bikin Konten Media Sosial yang Menarik
Ini beberapa tips bikin konten yang menarik yang AkuBangkit dapatkan dari berbagai bacaan dan sharing session ahli serta pengalaman pribadi bermedsos ria. Seperti apa saja tipsnya. Manggah.
Satu. Relate.
Relate alias terhubung ini bukan sekadar following ataupun followed aja yah. Tetapi tentang konten yang terhubung dengan pengalaman dan pemahaman netizen. Ketika brand sudah bisa relate, maka konsumen akan dengan mudah menerima brand itu dan menjadikannya bagian dari kehidupan bermedsos.
Jadi, baiknya, brand jangan berbicara tentang kelebihannya sendiri. Nanti malah terkesan egois. Namun, sebaiknya usahakan untuk membuat konten yang temanya sedang menjadi bagian dari obrolan netizen. Tinggal kontekskan saja dengan karakter akun dan temanya.
Lalu bagaimana cara bikin konten yang memiliki faktor “relate” yang baik dengan netizen yang menjadi target segmen? Ada tiga cara mudah. Yakni tanyakan kepada netizen melalui post ataupun story mengenai informasi apa saja yang menarik dan dibutuhkan mereka.
Kemudian, cermati dan duplikasi tema konten yang sudah pernah terposting dan menarik perhatian bagi netizen. Selain itu, bisa juga dengan mengamati dan memodifikasi konten dari akun dengan nitche sejenis, yang memiliki tingkat interaksi yang tinggi.
Kedua. Story.
Tips kedua ini ada hubungannya dengan faktor “relate” tadi di atas. Untuk bisa terhubung dengan baik, sebaiknya bagikan konten dengan yang memiliki faktor story. Baik itu cerita sedih, gembira atau bahkan lucu.
Konten yang diposting di media sosial dan memiliki cerita akan lebih mudah diterima oleh netizen yang menjadi target segmen. Apalagi, cerita yang dijadikan konten itu mampu membangun empati dan kedekatan dengan konsumen.
Terlebih, di zaman sekarang ini, konsumen lebih suka dengan soft selling, dibandingkan hard selling. Bahkan, ketika konten promo itu menarik dan bermanfaat, nggak jarang netizen bakal repost, sehingga jangkauan persebaran konten pun akan lebih luas lagi.
Untuk menemukan seperti apa cerita yang menarik untuk dikemas, pengamatan pada perilaku dan ketertarikan netizen yang menjadi segmen tertarget jadi hal yang penting. Nggak selalu cerita lucu adalah jawaban, namun cerita sedih juga belum tentu solusinya. Kuncinya pahami konsumennya.
Ketiga. Konsistensi.
Sekalipun sudah punya konten yang menarik dan follower yang banyak, tanpa adanya konsistensi berkomunikasi di media sosial, maka kemungkinan ditinggal netizen akan sangat besar. Apalagi kalau akun rintisan yang nggak konsisten. Heuheuheu.
Konsistensi ini terkait dengan intensitas posting, keselarasan konten, gaya ngobrol, hingga waktu posting. Semuanya harus dilakukan secara konsisten, demi membangun interaksi dan enggamenet yang kuat antara brand dan konsumennya.
Pelajari pola perilaku konten dan follower melalui insight yang tersedia. Kini semua media sosial sudah menyediakan layanan itu. Dari situ, akan mudah untuk menyesuaikan bagaimana sebuah akun brand bisa melakukan konsistensinya.
Faktor “konsistensi” ini juga sangat penting dan memang berat, namun mengingat alogaritma di media sosial yang cenderung untuk menampilkan konten yang sering posting dan berinteraksi dengan followernya, konsistensi sangatlah penting. Dengan konsistensi, menambah jaringan follower juga kian mudah.

Baca Juga: Secangkir Kopi, Berburu Kisah & Berbagi Inspirasi di Giyanti Coffee Roastery
Tapi eh tapi, sejujurnya, di luar hal-hal teknis tersebut, satu hal non-teknis yang sangat penting dalam proses komunikasi brand dari perusahaan, lembaga, instansi maupun komunitas adalah kebijakan dari pimpinan.
Jikalau pimpinan melihat proses komunikasi di media sosial hanyalah aktivitas yang membebani pembiayaan bukan sebagai investasi atau hanya memandangnya sebagai aktivitas yang seperlunya saja dan mengejar hasil instan, maka komunikasi di media online tak akan mencapai hasil optimal.
Jadi, memang banyak faktor yah. Hehehe. Ya memang banyak faktor, tapi menurut AkuBangkit, sebagai permulaan, tiga faktor yang menjadi tips membuat konten menarik di medsos, tadi sangat membantu membangun jaringan pemasaran di media sosial. Semoga bermanfaat yah.
Btw. Kalau wankawan bagaimana nih? Punya tips membuat konten menarik di media sosial, yang bisa membantu membangun engamenet dan membantu menambah jumlah follower. Monggoh share di kolom komentar yah.
Konsistensi oh konsistensi. Apapun emang perlu konsisten. Karena gak ada yang instan, perlu terus menerus untuk share postingan, buka media sosial aja, blog juga. ??
Hehe. Betul. Makanya itu jadi faktor yg terlihat mudah, tapi berat dilaksanakan. Huehue
Siap. Nyoba praktek, kadang masih heran, posting tentang hal-hal menarik seputar pribadi dan lingkungan sekitar (bukan dagangan) lebih disukai dan dapet respon bagus, daripada posting tentang produk, apalagi hardselling. Nah yang jadi pe-er itu “nyambungin” dari postingan pribadi kepada produk kita.. masih nyari, malah sempet kepikiran, kayaknya produkku memang gak bagus untuk dijual atau dijadikan cerita di postingan.
salam apa bae.
Kisah-kisah backstage yang personal banget juga bisa jadi bagian dari konten. Karena konsumen kadang juga jadi respek sama brand kalau berani terbuka.
Cuma jgn terlalu banyak porsinya, nanti malah jadi “noise” dalam proses marketing. Coba aja sambung2kan terus, nanti ketemu cara menyambungkannya. Meski awale maksa. Hehe