pilkada serentak purbalingga
Catatan Lepas

Tips Pemasangan Media Luar Ruang di Musim Pilkada, Biar Calon Kepala Daerah Semakin Mudah Memenangkan Hati Pemilih

Musimnya sudah tiba. Bahkan sudah dari bulan-bulan terakhir di tahun 2019 kemarin. Yang penantang, yang jagoan, yang petahana hingga yang njajal awak mulai bermunculan. Nama tersebar, wajah terpampang.

Sudah tahu ya musim apa yang dimaksud? Hehehe. Iya musim pemilihan kepala daerah aka pilkada. Secara serentak di September 2020 besok, bakal ada Pilkada Serentak. Kabupaten Purbalingga salah satu pesertanya.

Ada yang menyambut dengan perasaan gembira karena bisa ikut berproses di tengah gempita pesta demokrasi lokal ini. Baik sebagai bagian dari tim sukses, botoh ataupun sebagai vendor.

Ada yang menyambutnya dengan perasaan gugup karena menjadi kandidat bakal calon bupati maupun wakil bupati. Biasanya faktor pemicu gugupnya ya soal modal, rekomendasi dan peluang menang.

Eh, ada pula yang menyambutnya dengan perasaan biasa saja. Karena merasa tak punya sangkut pautnya pilkada dengan kehidupan mereka. Mereka sudah sibuk dengan urusan hidup masing-masing.

Paling pol, mereka cuma membuat pilkada sebagai bahan obrolan, ketika nggak ada bahan ngobrol. Itupun pakai prinsip adol jere kulak ndean. Sumber obrolannya cuma banner di perempatan atau cerita jere-jere.

Ingin juga dong bikin tulisan tentang Pilkada Serentak di Purbalingga, boleh yah?

AkuBangkit juga termasuk orang yang kudet kalau soal Pilkada di Purbalingga. Cuma denger cerita dari media sosial. Itupun sepotong-potong. Nggak lengkap. Kurang akurat. Minim konfirmasi.

Kali ini AkuBangkit juga ingin ikutan bahas Pilkada Serentak di Purbalingga. Boleh yah. Nggak apa-apalah. Sesekali ngobrol sesuatu yang bukan pelesiran. Lagian kan lagi diminta di rumah saja. Heuheuheu.

Tapi tenang. Blogpost ini nggak bakal bahas keruwetan panggung politik, tarik ulur rekomendasi atau manuver kondisi mengondisikan ASN. AkuBangkit pengin bahas soal proses komunikasinya. Apa itu?

AkuBangkit ingin berbagi tips tentang penggunaan material promosi atau kampanye luar ruang. Itu loh, yang kayak banner, spanduk ataupun baliho. Material-material itu kan bagian dari proses komunikasi para jagoan.

Baca Yuk: [Ulasan] Kisah Pilu Keluarga Wiji Thukul dan Hasrat ‘Merah Bercerita’ di Film “Nyanyian Akar Rumput”

Sebagai bagian dari media komunikasi, media promosi luar ruang itu jangan berprinsip “mbakar duit”.

Dalam dunia start up business, bakar uang itu strategi bisnis dimana pemilik usaha mengeluarkan banyak uang untuk promosi biar bisnis terkenal. Populer. Kalau dalam politik mungkin sebutannya elektabilitas tinggi.

Membuat media promosi luar ruang, seperti banner, spanduk, hingga baliho di tepi jalan itu juga bertujuan untuk meningkatkan keterkenalan. Biayanya banyak, tentu saja. Mulai dari biaya print, sewa spot, biaya tukang dan mungkin pajak (kalau bayar).

Makanya, yang tepat adalah pemasangan media promosi luar ruang harus dilihat dalam sudut pandang investasi. Biaya keluar seberapa banyak dan harus seberapa tinggi target peningkatan keterkenalan si calon.

Kalau nggak pakai hitung-hitungan atau asal pasang, pemasangan hanya sebatas mbakar duit. Peluang semakin besar kagak ada, yang ada malah sampah visual yang bikin hati nggerundel. Sayang seribu sayang.

Oke! Biar mbok semakin panjang aja prolog ceritanya, langsung aja yuk diulas tentang Tips Pemasangan Media Luar Ruang di Musim Pilkada, Biar Calon Kepala Daerah Semakin Mudah Memenangkan Hati Pemilih.

Hayo dong, jangan asal pasang foto di media kampanye.

Apalagi pakai foto lawas, hanya demi terlihat muda. Jangan dong! Ini kan zamannya update sehari tiga kali, jadi cobalah sewa fotografer yang kece dan biarkan mereka mengambil stock shoot sebanyak-banyaknya.

Kalau masih terlihat tua atau terlalu gemuk, tenang saja. Sudah banyak penyedia jasa editing kok. Kalau mau ngedit sendiri, di playstore kan juga sudah banyak aplikasi editing foto tuh.

Penggunaan foto yang baru dan atraktif alias banyak gayanya, bikin si calon terlihat lebih serius menghadapi Pilkada. Sekaligus menunjukan doi memang asli keren dan aktual.

Buatlah foto-foto yang sesuai dengan karakter yang dikampanyekan. Sesuaikan juga dengan target segmen yang disasar. Jangan asal cropping. Jangan pula asal pasang.

Kalau segmennya ibu-ibu pengajian, ya bikin baliho yang fotonya berpeci atau berkerudung. Kalau segmennya anak muda di kawasan perkotaan, ya posenya yang keren dan sedang aksi nyata.

Kalau mau pasang media kampanye, jangan sejalur jalan raya yah.

Nah ini yang kadang bikin heran. Kenapa setiap kali ada pesta demokrasi, selalu ada saja yang memasang media kampanye luar ruang yang sejalur jalan raya.

Padahal, rumusnya pasang baliho, spanduk maupun banner dan round text itu kan melintang jalan. Ini prinsipnya biar media kampanye itu bisa terlihat oleh pengendara motor.

Lah kalau sejalur jalan raya, siapa yang mau melihat? Kalau pun pengendara jalan mau melihat, ya harus menoleh ke kanan atau ke kiri. Malah bisa membahayakan pengendara dong ah.

Dalam rumus advertising, jika mau memasang media kampanye luar ruang, pasanglah melintang jalan dengan sudut maksimal 45 derajat, biar tingkat keterbacaaanya tinggi. Posisinya diagonal terhadap jalan. Jadi orang bisa membacanya tanpa menoleh.

Dan, ingat selalu untuk memasang media kampanye yang terlihat dalam jarak 50-100 meter. Jangan tertutup pohon atau bangunan. Jadi, dari jauh, orang sudah bisa melihat dan akan semakin melihat ketika mendekat.

Efektivitas pemasangan media kampanye luar ruang itu bukan soal gede-gedean atau banyak-banyakan media kampanye, melainkan lebih karena memperhatikan posisi dan jarak pandang.

Mantapkan tagline kampanye, jangan beda baliho beda tagline.

Karena terlalu semangat untuk memperkenalkan si calon di Pilkada Serentak, jadi terlalu banyak hal yang ingin dibicarakan dengan publik atau si calon pemilih.

Satu media kampanye luar ruang, bisa banyak teks. Atau malah beda-beda teks di beda media kampanye. Di baliho ini ngomong religius, di baliho yang itu ngomong rekam jejak, di baliho yang lain ngomong janji politik.

Ini bisa jadi tidak efektif dan efisien. Ingat yah, kalau yang akan melihat itu pengendara jalan. Mereka punya durasi singkat untuk membaca pesan. Nggak mungkin mereka melototi teks yang banyak. Berbahaya.

Kalaupun si calon pemilih kemudian bisa membacanya, karena sering lewat dan melihatnya, mereka bisa bingung dengan pesan yang diusung. Keep it simple, guys.

Buatlah tagline yang jelas & utama. Syukur-syukur ikonik. Jadi mudah dipahami calon pemilih karena identik sosok tertentu. Misalnya, “Yang Baru, Pembaharu!”, “Melesat – Hebat”, “Purbalingga Bangkit” dll lah.

Tagline unyu kaya punya Pasangan Dildo di Pilpres 2019 atau tagline demo Gen Z juga kece dan mudah ngena banget loh. Eh, kalau mau ada turunan dari tagline utama, tentu saja boleh. Tapi tetap tak lebih menonjol dari pesan utama.

Oh iya, kalau bikin tagline, jangan menyerang kontestan lain plus tak perlu terlalu lebay atau malah menyerahkannya pada tukang setting percetakan yah, nanti dikirinya cuma bisa janji tak mampu bayar. Lagian, masyarakat itu udah nggak suka kampanye yang serang-serangan nggak cerdas.

Meskipun media sosial murah, jangan tampil murahan.

Zaman sekarang gitu loh, nggak mungkin meninggalkan kampanye di ranah dunia maya. Bahkan, jauh sebelum media kampanye luar ruang bermunculan, aktivitas kampanye di media sosial sudah lebih dulu hiruk pikuk.

Si calon tim sukses bahkan si bakal calon sudah memasang status demi membuat keterkenalan semakin meningkat. Posting setiap hari. Yang tadinya jarang update, jadi rajin post status.

Kalau sudah muncul bakal calon yang semakin kuat, bahkan sudah ada yang mulai saling sindir dan melemahkan. Muncul yang dukung calon ini, ada juga yang tetiba muncul mendukung calon itu.

Nah, buat tim sukses maupun si calon, jika ingin kampanye daring, baiknya jangan asal memindahkan konten media kampanye luar ruang ke dunia maya. Dalam hal ini media sosial.

Karena proses komunikasi di dunia maya dan dunia nyata itu beda perlakuannya. Serupa tapi tak sama. Penghuni media sosial butuh citra yang otentik, realtime dan interaktif.

Mereka nggak butuh foto baliho tampil di berandanya. Mereka lebih tertarik dengan status yang aktual, video yang jelas dan bertutur, hingga respon secara langsung atas komentar mereka.

Cobalah untuk menjadikan netizen itu bagian dari obrolan. Jangan komunikasi satu arah. Nggak masalah kalau akun pakai admin, yang penting responnya tidak sekadar menjawab dan si calon tetap riil pantau dinamika di media sosial. Rasakan dampak positif bagi elektabilitas.

Baca Juga Dong: Sedang Mencari Rekomendasi Kafe di Purbalingga? 4 Kedai Kopi Ini Bisa jadi Pilihan Kamu!

Itulah Tips Pemasangan Media Luar Ruang di Musim Pilkada, Biar Kepala Daerah Semakin Mudah Memenangkan Hati Pemilih. Jadi, kampanye luar ruang itu bukan semata soal banyak dan besar-besaran ukuran.

Melainkan efektivitas penempatan media kampanye, dari aspek lokasi dan kesesuaian calon pemilih tertarget. Kalau nggak menghitung aspek what, where, when, who, why dan how ya cuma jadi bakar uang kan.

Tentunya semua tahu, kalau kampanye itu aktivitas branding yang tujuannya memperkenalkan sekaligus memperkuat brand image. Yang mana ujung proses itu adalah meraih suara sebanyak-banyaknya di Pilkada.

Hmm. Secara teknis, memang banyak yang bisa diulas, untuk post kali ini sebagai gambaran awalnya dulu. Nanti bisa panjang banget yang harus ditulis. Untuk detail, bisalah japri untuk detailnya. Hehehe.

Ini juga bukan bermaksud menggurui yah. Cuma biar kita sama-sama bisa membikin proses komunikasi politik di Pilkada Serentak 2020 bisa berjalan asik, menyenangkan dan minim sampah visual.

Kalau kanca-kanca punya masukan soal cara kampanye, nggak apa kok dishare di kolom komentar. Semoga tulisan ini bermanfaat yah. Heuheuheu.

Sumber Foto: Jens Mahnke dari Pexels

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *