Kopi sudah hampir habis
Menyisakan pilu di tepi palungnya
Bersenda sedu bersama hampa rasa
Sementara romansa kian terkikis
Seduhan rasa memang sudah dingin
Waktu telah menghempaskan semua
Harusnya bukan begini semestinya
Merelakan sepi berdansa bersama angin
Kini sore tlah mengintip di cakrawala
Sembari menebar hasrat melankolistik
Memacu denyut rindu nan mistik
Namun Lauhul Mahfudz lebih digdaya
Alunan aroma syahdu telah tatas
Pelangi senja bersiap menjadi huru hara
Bermodal kebodohan menerobos batas
Seraya berdoa benang takdir turut membela
Sembari menjelajah tetesan kopi terakhir
Imajinasi mengambil panggung kegilaan
Teriak nyinyir memberi bumbu pada pembelaan
Merekayasa ego lebih berani menyihir
Kopi sudah habis
Benar-benar habis
Seperti adab yang menipis
Laksana asa yang sinis